>>>15>>>Déwana : Mimpi Sang Cahaya

PART 1
DIA GADIS KECIL...
Fajar kemerahan menuntut balik suasana siang, mengubur perlahan cahaya kebiruan menjadi jingga sedikit keemasan. Burung-burung kecil hinggap diatas dahan pohon mahoni, kemudian terbang kembali menyusur udara senja yang semakin dingin.
Telisik dan gemuruh angin menyapa si putri padi, buahnya sedikit menggemuk dengan dahan hijau yang perlahan menguning. Sang Paman Belalang tertegun malu menuju tempat ia tidur, tersenyumlah manis meneguk tetes air diujung daun berbentuk hati berbatang serat.
Para petani tertawa riang bersama istri mereka, berjalan di tanah setengah meter pemisah padi-padi tumbuh, mengangkat cangkul, memangku wadah bambu berisi rantang bekas tadi siang untuk pulang kerumah.
Sesekali burung-burung kecil menyelinap diam mencuri biji-biji padi tak menghiraukan boneka jerami berpakaian bekas manusia, ditali dengan tali rapia berwarna, dan diikat disatu batang kayu kecil yang mirip dahan, tertancap dilumpur ditengah ladang.
“Nur, ayo pulang nak... sebentar lagi malam...” Teriak seorang wanita sembari merapikan piring-piring dan rantang dibawah saung kecil beratap jerami berdinding bambu.
Terlihat didekat sungai kecil, terduduk lelah seorang gadis kecil berambut pendek menggerutu sembari memegang batu kecil, memandangi kolam kecil yang siang tadi ia buat untuk mengurung ikan-ikan kecil hasil tangkapannya rusak terinjak.
“Jahat” Jelasnya
“Semua ikanku pergi dan berenang ke ibunya!” Gerutunya makin kesal
Tak lama, beriak air di arah hilir sungai mengaburkan kekesalannya yang terus menerus mengobar, rasa penasarannya pun mulai merasukinya.
Berlari kecil dengan sendal kecil merah jambunya, dilihatnya seekor ikan sungai yang lumayan besar melompat-lompat membuat gadis itu kegirangan berharap dapat menangkapnya.
Tak lelah ia menyusuri sungai, mengikuti ikan itu yang terus berenang mengikuti arus air.
Langkah kecilnya terhenti oleh sebuah batu besar hitam. Sawah disekitarnya sudah menghilang, langit sudah menghitam kebiruan. Bajunya basah karena keringat, gadis itu bingung melihat sekeliling. Tertegun takut, ia memanjat tebing kecil dipinggir sungai dengan bersusah payah, tanaman rambat membantunya seolah ia anggap sebuah tali panjang, terkadang tanah yang rapuh perlahan mengubur tangannya. Goresan daun ilalang tak urung membuatnya merasa perih dibagian kaki dan tangannya.
Lelah ...
Setelah mencapai atas tebing, dia berdiri mengatur nafas kemudian berusaha tersenyum tapi terus menghirup keras oksigen dengan cepat.
Matanya terpana diam memandangi hamparan padang rumput hijau yang telah menghitam karena malam, pohon-pohon tak berdaun menjaga ketat daerah itu, menghias ujung-ujung padang rumput dengan kekokohannya.
Cahaya bulan adalah satu-satunya cahaya yang terlihat disana, memantulkan kesetiap ujung daun yang basah mengerlipkan cahaya-cahaya kecil mengikuti alur daun.
“Kraakk”
terdengar suara kaki menginjak ranting pohon
Gadis itu kaget sekaligus kesal, karena mengagetkannya
“Siapa ? Aku tidak takut!” tantangnya dengan tangan gemetar memegang ujung bajunya
Muncul sebuah bayangan hitam dari balik pohon dengan dua ekor anak kambing kecil menghampirinya.
“Nak, sudah malam... sedang apa disini?” tanya seseorang dengan suara berat dan renta
“A..anu... aku tidak tahu arah pulang, disini terlihat gelap dan sama”
“bagaimana anak kecil sepertimu berada disini dan sendiri? Tidak apa kakek mendekat?”
“Tak apa kek...”
Kakek itu perlahan berjalan mendekati gadis kecil itu dengan membawa sebotol air diikuti dua anak kambing yang melompat-lompat girang.
“ini minumlah, kamu pasti lelah!” menyodorkan botol air ke gadis itu
Gadis itu mengulurkan tangannya menggenggam botol air kemudian meneguknya
“Pelan-pelan nak, jangan sampai tersedak”
“I..iiyaaa kek... terimakasih” jawab gadis itu sembari memberikan kembali botol air itu
“Namamu siapa gadis kecil? Aku nampak tidak asing dengan wajahmu?” tanya kakek kemudian duduk disebelah gadis itu.
Gadis itupun terdiam kemudian ikut duduk di samping sang kakek.
“Nur kek... namaku Nur, Bagaimana kakek bisa melihatku dalam kegelapan?”
“Tidak susah untuk melihat sesuatu di kegelapan, kita hanya butuh sebuah cahaya saja”
“Cahaya? Aku tidak melihat kakek membawa lampu apapun?”
“Aku tidak memerlukan lampu apapun nur... dirimu cukup bercahaya didalam kegelapan!”
“Nur? Bercahaya?”
“Ya, sesuai namamu ...”
Nur lanjut terdiam, memikirkan bagaimana bisa kakek itu melihatnya bercahaya. Cahaya apa yang dia maksud. Nur terlebih terus menganggap kakek itu hanya bercanda.
“Umm... kek?”
Tak sempat menyelesaikan kalimatnya Nur tersentak kaget mendengar sebuah teriakan.
“Nuuuurrr.... apa itu kamu?” teriak seorang wanita yang berjalan cepat menggendong bakul menuju ke arah nur dan kakek itu duduk.
“Anak nakal! Ibu mencarimu kemana-mana... bagaimana kamu bisa ada disini?” marah ibu sembari memeluknya.
“Maafin nur bu”
“Jangan diulangi lagi!” ancam ibu lembut
“Sudah enah, tidak baik memarahi anakmu seperti itu” seru kakek itu
“iiyaa kek... terimakasih sudah menjaga nur, saya sangat takut sekli hal buruk terjadi padanya”
“Tidak akan, Nur adalah anak pemberani”
Ibu hanya tersenyum, dan kemudian berniat membawa nur untuk pulang.
“Ayo nur kita pulang, ... kita sudah terlambat sembahyang magrib” ajak ibu sembari menarik lengan nur kemudian berpamitan kepada kakek.
Langit sudah semakin menghitam, titik titik putih sudah menghiasinya. Kabut putihpun sudah turun menyelimuti malam, dengkuran burung malam pun terdengar sayup diatas pohon-pohon yang menyeruak tertiup angin.
Nur dan ibunya berjalan melangkah di sebuah jalan setapak membelah padang ilalang, jari tangan kirinya mengalun menyentuh satu persatu batang-batang ilalang, sembari melompat-lompat kecil dengan tangan kanan yang dipegang erat oleh ibu.
“Ibu? Marah?” tanya nur berbisik
“Tidak nak... ibu akan sangat marah jika ibu tidak bisa menemukan kamu tadi”
“hehe... “ nur tersenyum kecil dengan gigi-gigi kecilnya.
“Nur punya pertanyaan bu” tanya nur lagi
“Apa itu nak?” jawab ibu sembari terus berjalan mencapai perbatasan desa
“kata kakek tadi, nur tadi bercahaya di kegelapan, apa nur punya kekuatan super?” tanya nur serius
“kekuatan super apa anakku? Bagaimana kamu tidak bercahaya dalam gelap? Badanmu basah oleh keringat, cahaya bulan memantulkan cahayanya ke badanmu, dan kamu akan terlihat gemerlap didalam kegelapan” Jelas ibu sedikit tertawa
“Aahh ibu... aku kira aku punya kekuatan super” rengek nur menarik-narik rok panjang ibu
“sudahlah, ibu tidak salah berarti menamaimu nur karena kamu bercahaya” ibu semakin mengolok nur yang terlihat kesal dengan perkataan ibu.
“Ibuuuu....” kesal nur.
Sampailah mereka kesebuah tempat yang mereka sebut rumah, rumah kecil yang sederhana dengan teras beralas tanah dan bunga-bunga kecil menghiasi setiap senti tanah didepan rumah itu, lampu kecil berwarna jingga menerangi bagian depan rumah itu. Dengan dinding setengah tembok dan setengah dinding bambu yang dianyam menjadi sebuah bilik. Terlihat siluet seorang laki-laki duduk dikursi kayu dengan satu anak laki laki disisinya, tertawa bercanda.
“Ibu....” teriak anak laki-laki
“Bagaimana bisa selama ini kamu pulang? Kami sudah menunggu kalian sedari selesai sembahyang tadi” tanya bapak khawatir
“tadi nur pergi sendiri tidak memberitahuku, jadi aku harus mencarinya dahulu” jawab ibu sembari masuk ke dalam rumah.
Dalam waktu bersamaan ibu masuk, keluar seorang anak perempuan yang terlihat lebih tua dari 2 anak tadi membawa segelas teh untuk abah.
“Rum, apa ela sudah tidur?” tanya ibu dari dalam rumah bersiap membersihkan diri bersama nur.
“sudah bu, sehabis magrib tadi ...” jawab arum
Kemudian ibu pergi membersihkan diri bersama nur ke kamar mandi terbuka dibelakang rumah.
Gelak tawa tak henti menghias teras rumah itu, bapak berusaha menceritakan banyak dongeng-dongeng lucu kepada ketiga anaknya.
PART 2 TELAH HILANG
PART 3 RINDU
Diubah oleh titanlee
https://www.kaskus.co.id/thread/5b8f6b12902cfe18688b4577/dwana/?ref=threadlist-51&med=hot_thread

PART 1
DIA GADIS KECIL...
Fajar kemerahan menuntut balik suasana siang, mengubur perlahan cahaya kebiruan menjadi jingga sedikit keemasan. Burung-burung kecil hinggap diatas dahan pohon mahoni, kemudian terbang kembali menyusur udara senja yang semakin dingin.
Telisik dan gemuruh angin menyapa si putri padi, buahnya sedikit menggemuk dengan dahan hijau yang perlahan menguning. Sang Paman Belalang tertegun malu menuju tempat ia tidur, tersenyumlah manis meneguk tetes air diujung daun berbentuk hati berbatang serat.
Para petani tertawa riang bersama istri mereka, berjalan di tanah setengah meter pemisah padi-padi tumbuh, mengangkat cangkul, memangku wadah bambu berisi rantang bekas tadi siang untuk pulang kerumah.
Sesekali burung-burung kecil menyelinap diam mencuri biji-biji padi tak menghiraukan boneka jerami berpakaian bekas manusia, ditali dengan tali rapia berwarna, dan diikat disatu batang kayu kecil yang mirip dahan, tertancap dilumpur ditengah ladang.
“Nur, ayo pulang nak... sebentar lagi malam...” Teriak seorang wanita sembari merapikan piring-piring dan rantang dibawah saung kecil beratap jerami berdinding bambu.
Terlihat didekat sungai kecil, terduduk lelah seorang gadis kecil berambut pendek menggerutu sembari memegang batu kecil, memandangi kolam kecil yang siang tadi ia buat untuk mengurung ikan-ikan kecil hasil tangkapannya rusak terinjak.
“Jahat” Jelasnya
“Semua ikanku pergi dan berenang ke ibunya!” Gerutunya makin kesal
Tak lama, beriak air di arah hilir sungai mengaburkan kekesalannya yang terus menerus mengobar, rasa penasarannya pun mulai merasukinya.
Berlari kecil dengan sendal kecil merah jambunya, dilihatnya seekor ikan sungai yang lumayan besar melompat-lompat membuat gadis itu kegirangan berharap dapat menangkapnya.
Tak lelah ia menyusuri sungai, mengikuti ikan itu yang terus berenang mengikuti arus air.
Langkah kecilnya terhenti oleh sebuah batu besar hitam. Sawah disekitarnya sudah menghilang, langit sudah menghitam kebiruan. Bajunya basah karena keringat, gadis itu bingung melihat sekeliling. Tertegun takut, ia memanjat tebing kecil dipinggir sungai dengan bersusah payah, tanaman rambat membantunya seolah ia anggap sebuah tali panjang, terkadang tanah yang rapuh perlahan mengubur tangannya. Goresan daun ilalang tak urung membuatnya merasa perih dibagian kaki dan tangannya.
Lelah ...
Setelah mencapai atas tebing, dia berdiri mengatur nafas kemudian berusaha tersenyum tapi terus menghirup keras oksigen dengan cepat.
Matanya terpana diam memandangi hamparan padang rumput hijau yang telah menghitam karena malam, pohon-pohon tak berdaun menjaga ketat daerah itu, menghias ujung-ujung padang rumput dengan kekokohannya.
Cahaya bulan adalah satu-satunya cahaya yang terlihat disana, memantulkan kesetiap ujung daun yang basah mengerlipkan cahaya-cahaya kecil mengikuti alur daun.
“Kraakk”
terdengar suara kaki menginjak ranting pohon
Gadis itu kaget sekaligus kesal, karena mengagetkannya
“Siapa ? Aku tidak takut!” tantangnya dengan tangan gemetar memegang ujung bajunya
Muncul sebuah bayangan hitam dari balik pohon dengan dua ekor anak kambing kecil menghampirinya.
“Nak, sudah malam... sedang apa disini?” tanya seseorang dengan suara berat dan renta
“A..anu... aku tidak tahu arah pulang, disini terlihat gelap dan sama”
“bagaimana anak kecil sepertimu berada disini dan sendiri? Tidak apa kakek mendekat?”
“Tak apa kek...”
Kakek itu perlahan berjalan mendekati gadis kecil itu dengan membawa sebotol air diikuti dua anak kambing yang melompat-lompat girang.
“ini minumlah, kamu pasti lelah!” menyodorkan botol air ke gadis itu
Gadis itu mengulurkan tangannya menggenggam botol air kemudian meneguknya
“Pelan-pelan nak, jangan sampai tersedak”
“I..iiyaaa kek... terimakasih” jawab gadis itu sembari memberikan kembali botol air itu
“Namamu siapa gadis kecil? Aku nampak tidak asing dengan wajahmu?” tanya kakek kemudian duduk disebelah gadis itu.
Gadis itupun terdiam kemudian ikut duduk di samping sang kakek.
“Nur kek... namaku Nur, Bagaimana kakek bisa melihatku dalam kegelapan?”
“Tidak susah untuk melihat sesuatu di kegelapan, kita hanya butuh sebuah cahaya saja”
“Cahaya? Aku tidak melihat kakek membawa lampu apapun?”
“Aku tidak memerlukan lampu apapun nur... dirimu cukup bercahaya didalam kegelapan!”
“Nur? Bercahaya?”
“Ya, sesuai namamu ...”
Nur lanjut terdiam, memikirkan bagaimana bisa kakek itu melihatnya bercahaya. Cahaya apa yang dia maksud. Nur terlebih terus menganggap kakek itu hanya bercanda.
“Umm... kek?”
Tak sempat menyelesaikan kalimatnya Nur tersentak kaget mendengar sebuah teriakan.
“Nuuuurrr.... apa itu kamu?” teriak seorang wanita yang berjalan cepat menggendong bakul menuju ke arah nur dan kakek itu duduk.
“Anak nakal! Ibu mencarimu kemana-mana... bagaimana kamu bisa ada disini?” marah ibu sembari memeluknya.
“Maafin nur bu”
“Jangan diulangi lagi!” ancam ibu lembut
“Sudah enah, tidak baik memarahi anakmu seperti itu” seru kakek itu
“iiyaa kek... terimakasih sudah menjaga nur, saya sangat takut sekli hal buruk terjadi padanya”
“Tidak akan, Nur adalah anak pemberani”
Ibu hanya tersenyum, dan kemudian berniat membawa nur untuk pulang.
“Ayo nur kita pulang, ... kita sudah terlambat sembahyang magrib” ajak ibu sembari menarik lengan nur kemudian berpamitan kepada kakek.
Langit sudah semakin menghitam, titik titik putih sudah menghiasinya. Kabut putihpun sudah turun menyelimuti malam, dengkuran burung malam pun terdengar sayup diatas pohon-pohon yang menyeruak tertiup angin.
Nur dan ibunya berjalan melangkah di sebuah jalan setapak membelah padang ilalang, jari tangan kirinya mengalun menyentuh satu persatu batang-batang ilalang, sembari melompat-lompat kecil dengan tangan kanan yang dipegang erat oleh ibu.
“Ibu? Marah?” tanya nur berbisik
“Tidak nak... ibu akan sangat marah jika ibu tidak bisa menemukan kamu tadi”
“hehe... “ nur tersenyum kecil dengan gigi-gigi kecilnya.
“Nur punya pertanyaan bu” tanya nur lagi
“Apa itu nak?” jawab ibu sembari terus berjalan mencapai perbatasan desa
“kata kakek tadi, nur tadi bercahaya di kegelapan, apa nur punya kekuatan super?” tanya nur serius
“kekuatan super apa anakku? Bagaimana kamu tidak bercahaya dalam gelap? Badanmu basah oleh keringat, cahaya bulan memantulkan cahayanya ke badanmu, dan kamu akan terlihat gemerlap didalam kegelapan” Jelas ibu sedikit tertawa
“Aahh ibu... aku kira aku punya kekuatan super” rengek nur menarik-narik rok panjang ibu
“sudahlah, ibu tidak salah berarti menamaimu nur karena kamu bercahaya” ibu semakin mengolok nur yang terlihat kesal dengan perkataan ibu.
“Ibuuuu....” kesal nur.
Sampailah mereka kesebuah tempat yang mereka sebut rumah, rumah kecil yang sederhana dengan teras beralas tanah dan bunga-bunga kecil menghiasi setiap senti tanah didepan rumah itu, lampu kecil berwarna jingga menerangi bagian depan rumah itu. Dengan dinding setengah tembok dan setengah dinding bambu yang dianyam menjadi sebuah bilik. Terlihat siluet seorang laki-laki duduk dikursi kayu dengan satu anak laki laki disisinya, tertawa bercanda.
“Ibu....” teriak anak laki-laki
“Bagaimana bisa selama ini kamu pulang? Kami sudah menunggu kalian sedari selesai sembahyang tadi” tanya bapak khawatir
“tadi nur pergi sendiri tidak memberitahuku, jadi aku harus mencarinya dahulu” jawab ibu sembari masuk ke dalam rumah.
Dalam waktu bersamaan ibu masuk, keluar seorang anak perempuan yang terlihat lebih tua dari 2 anak tadi membawa segelas teh untuk abah.
“Rum, apa ela sudah tidur?” tanya ibu dari dalam rumah bersiap membersihkan diri bersama nur.
“sudah bu, sehabis magrib tadi ...” jawab arum
Kemudian ibu pergi membersihkan diri bersama nur ke kamar mandi terbuka dibelakang rumah.
Gelak tawa tak henti menghias teras rumah itu, bapak berusaha menceritakan banyak dongeng-dongeng lucu kepada ketiga anaknya.
PART 2 TELAH HILANG
PART 3 RINDU
Komentar
Posting Komentar